Rabu, 20 Mei 2009

sejarah lamongan ( panji laras )

Sebuah tradisi yang diduga berhubugan dengan sejarah leluhur Lamongan,Panji Laras Liris,masih di ugemi sebagian warga Soto.yakni ,calon pengantin perempuan harus meminang(melamar)calon pengantin laki-laki.
Tradisi ini masih berhubungan dengan sejarah salah satu leluhur Kab.Lamongan yang bernama Mbah Sabilan.Dalam riwayat panji laras liris di ungkapakan,pada sekitar tahun 1640-1665 Kab.Lamongan dipimpin Bupati ketiga.Yakni, Raden Panji Puspa kusuma dengan gelar Kanjeng Gusti Adipati.Bupati itu mempunyai dua putra yaitu panji laras dan panji liris,sehingga mengakibatkan dua putri dari Adipati Wirasaba(wilayahnya sekitar kertosono nganjuk) yakni Dewi Andanwangi dan Dewi Andansari jatuh hati.
Karena Adipati Wirasaba didesak oleh ke dua putrinya akhirnya beliau menuruti keinginan putrinya untuk melamar panji laras dan panji liris di Lamongan,yang pada saat itu wirasaba belum memeluk agama islam,sedangkan di Lamongan islam sudah sangat melekat.

Untuk menyikapi hal itu panji laras dan liris meminta hadiah berupa dua genuk dan dua tikar yang terbuat dari batu, sebab genuk mangandung isyarat tempat untuk mengambil air wudhu sedangkan tikar untuk sholat yang mempunyai tujuan agar Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi mau masuk islam.
Kemudian Adipati wirasaba memenuhi permintaan itu,dan ke dua putrinya membawa langsung benda-benda tersebut dengan naik perahu yang di kawal oleh prajurit.Kedatangan ke dua putri tersebut di sambut langsung oleh panji laras liris di pinggir kali lamongan.
Ketika akan turun dari perahu kain panjang Dewi Andansari dan Dewi Andawangi terbuka dan kelihatan betisnya.Melihat betis ke dua putri tersebut panji laras maupun panji liris tercengang ketakutan karena melihat betis ke dua putri itu berbulu lebat.
Hal itu merupakan suatu penghinaan bagi prajurit Wirasaba,kemudian mereka mengejar panji laras dan panji liris demikian pula prajurit dari lamongan juga harus melindungi kedua pemuda tersebut yang akhirnya terjadi perang Babad.Dalam perang tersebut panji laras dan panji liris tewas,termasuk Pati Mbah Sabilan.
Jenazah mbah Sabilan dimakamkan dikelurahan Tumenggungan ,sedangkan jenazah panji laras dan panji Liris tidak ditemukan yang saat ini nama panji Laras dan panji Liris dan Dewi Andansari serta Dewi Andanwangi menjadi nama jalan di kota lamongan.Jalan tersebut di beri nama jalan Laras-Liris dan jalan Andanwangi serta jalan Andansari
Mbah Sabilan maupun panji laras dan panji liris dinilai meninggal dunia ketika sedang berjuang untuk syiar Islam.

SEJARAH HARI JADI KOTA LAMONGAN

Tahukah temen-temen bahwa hari jadi kota Lamongan sebenarnya jatuh pada 10 Dzulhijah tahun 976 Hijriah yang artinya bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Tapi sayangnya warga Lamongan tidak mempertahankan hari jadinya dalam tahun Hijriah. Para panitia pencari hari jadi kota Lamongan menelusuri jalannya tarikh Hijriah yang dipadu dengan jalannya tarikh masehi sehingga akhirnya menetapkan bahwa hari jadi kota Lamongan adalah tanggal 26 Mei 1569 Masehi.

Sesungguhnya hari jadi kota Lamongan tersebut diambil dan ditetapkan dari hari dan tanggal diwisudanya Adipati Lamongan yang pertama yaitu Tumenggung Surajaya yang waktu kecilnya benama HADI. Karena mendapatkan pangkat Rangga ia lalu dipanggil Ranggahadi. Ia juga mendapat nama Mbah Lamong yaitu sebutan yang dibeikan rakyat untuknya.


Karena Ranggahadi pandai membina daerah dan mahir menyebarkan agama Islam serta dicintai seluruh rakyatnya, dari asal kata Mbah Lamong inilah akhirnya kawasan ini disebut LAMONGAN.